Minggu, 17 November 2013

TARIAN WISISI SEBAGAI REFLEKSI BUDAYA SUKU DANI KABUPATEN PUNCAK ILAGA

Tarian  Wisisi Sebagai  Ungkapan  Rasa Masyarakat  Pegunungan Papua khususnya  di Kabupaten Puncak Ilaga
Penulis:Panus kogoya, SST. Par. M. Si. 

  1. Latar Belakang 
Di berbagai kelompok etnis di indonesi hingga kini masih terdapat pelaksanaan ritual yang merupakan warisan tradisi budaya dari masa lampau walaupun diantara mereka sudah memeluk agama, namun penyelengaraan ritual tersebut menunjukan bahwa pertunjukan seni budaya  merupakan sebuah hasil budaya masyarakat yang mengandung nilai nilai luhur yang terkandung didalamnya, masih memiliki makna penting bagi kehidupan mereka.
Provinsi papua merupakan salah satu wiyalah paling timur di Indonesia yang memiliki sumber daya alam dan budaya yang sangat luar biasa. Namun demikian potensi terbut tidak dapat disentu dan dikembangkan karena minimnya keterbataan sumber daya manusia serta ruang dan akses dimilikinya sehingga harapan tersebut sulit untuk di wujudkan.Demikian pula pegunungan papua, berbagai upacara dikenal dan dijalani oleh masyarakat karena masayarakat di pegunungan papua ini meliki kebiasaan, ritual pesta bakarbatu  sehingga yang berkaitan dengan seni dan budaya sebagai salah satu sarana memenihi upacara tersebut.Tarian Wisisi merupakan sebuah hasil refleksi  budaya masyarakat  kabupaten puncak,.Taria merian ini baru di ciptakan yang mengambarkan tradisi budaya masyarakat, sehingga kini masih tetap hidup, dan sangat berakar di hati masyarakat di beberapa kabupaten yang ada di  pegunungan papua  pada umumnya, Sehingga beberapa ritual aktivitas sosial misalnya   pesta adat, acara hiburan pesta rakyat, mengaraf  lahan perkebunan baru.pada saat tarian ini dihadirkan atau deselenggarakan penduduk desa berbondong datang menyaksikan walaupun tampa di undang dan bagi mereka penyelenggaraan tarian wisisi mempunyai arti tersendir karena Wisisi merupakan salah satu tarian daerah di daerah pedalaman papua. Tarian wisisi tidak semua orang bisa melakukanya, kecuali hanya orang papua bagian pengunungan yang bisa nari wisisi. Ini adalah salah satu tarian yang membuat orang semangat dan setiap orang mengekspresikan penampilanya atau gayanya masing-masing.Tarian ini sangat baik apabila kita menonton dan melihat langsung secara dekat, paling tidak kita bisa mengerti apa maksud dan tujuannya. Kehadiran Tarian ini tidak hanya sebagai sarana atau pelengkap ritual pesta adat  tetapi kehadirannya sebagai suatu kebutuhan masyarakat yang memang harus ada. Keberadaan dan kehadirannya menarik untuk diketenggahkan dan di bahas dalam tulisan ini.

2.     Rumusan Masalah  
Berdasarkan latar belakang Tarian Wisisi,kami akan mendeskripsikan beberapa element yang hadir dalam pembahasan ini, karena  tentang kehadirannya juga merupakan suatu peristiwa yang sangat kompleks.yaitu: 
2.1.    Eksistensi Tarian wisisi dalam Kehidupan Masyarakat Pegunungan papua.
2.2.   Elemen – elemen yang  menyajikan dalam tarian wisisi
2.3.    Perkembangan Tarian Wisisi  dalam Kehidupan Masyarakat pegunungan papua
3.    Analisis Tekstual dan kontekstual
Tari Wisisi adalah sejenis tari masal yang di bawakan oleh penari pria dan wanita, baik Tua, Mudah, maupun anak – anak.Tari wisisi berasal dari dalam bahasa” Dani”  sebutan wisisi berarti sebuah ungkapan kebebasan rasa, yang mengandung nilai  estetika yang disebut “ wi’ artinya petunjuk atau membawa diri, dan “ SI….SI…..artinya mengundang perhatihan penonton yang ikut menyaksikan jadi pengertian yang lebih luas dimaksud suatu ekspresi seni ungkapan kebebasan rasa  dalam sebuah ritual masyarakat pedalaman papua yang mengandung nilai dalam kehidupan masyarakat. Panus kogoya. (2013)
Dalam buku  teori fungsional di jelaskan bahwa segala aktivitas kebudayaan bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia, yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya,  oleh sebab itu kesenian sebagai contoh dari salah satu dari unsur kebudayaan karena mula–mula manusia ingin memuaskan kebutuhan nalurinya akan kehindahan(Malinowski dalam koentjaraningrat.1989:171)
Menurut mochtar Lubis, 1992: 52.) dalam bukunya berpendapat bahwa  dalam sebuah seni mengandung unsur – unsur dan nilai yaitu keterharuhan, harmoni, sensualitas simentri, perpektif , komposisi,  struktur, warna, gerak, kasih dan keindahan, kebenaran, cahaya, daya cipta , integritas, memperlihatkan bahwa seni telah timbul sebagai sesuatu yang pada permulahannya, dirasakan oleh manusia  di perlukan untuk menunjang kehidupan sendiri. Demikian halnya dengan Tari wisisi, yang memang berkembang karena masyarakat pendukungnya merasa masih membutuhkan tradisi dan seni, tersebut dalam menunjang berbagai kepentingan dalam masyarakat kabupaten puncak . dalam hal ini, nantinya diharapkan mampu dapat mentrasformasikan instrumennya dan penarinya sehingga dapat menunjang identitas budaya kabupaten puncak.
Dengan perkembangan dan kemajuan dunia kepariwisataan pada era globalisasi tentu akan berdampak pada tari wisisi sebagai produk pariwisata yang menjadi daya tarik wisata di daerah ini, maka itu program pengembangan dan pelestarian akan sangat diperlukan, pengembangan dan pelestarian yang dimaksud disini adalah mempertahankan tari wisisi, dalam arti mengupayakan untuk tetap eksis di hati masyarakat, agar supaya Tari wisisi sebagai hasil  refleksi seni budaya masyarakat (Suku Dani di kabupaten puncak . salah satu cara yang dilakukan adalah memberikan apresiasi dan pengayatan lewat pengadaan tulisan dengan berbagai sudut pandang karena kehadirannya juga merupakan suatu peristiwa yang sangat kompleks.
Kesenian merupakan expresi seni  karena si pencipta tari dalam memilih elemen – elemen secara khas dan pemikiran matang serta menyusunnya berdasarkan pertimbangan yang mendalam disamping juga memperhatikan, kaitannya dengan motivasi emosional dan intelektual . Hal ini tidak lepas dari pengertian tari sebagai ekspresi seni, yang menuntut kemampuan lebih dari sekedar merakit dan menjajarkan serangkaian gerakan menjadi satu ( Margianto, (1993:43)
Sebaliknya untuk melihat apa yang direfleksikan oleh sebuah tari maka factor yang diperlukan atau diperhatikan adalah bentuk tari tersebut termasuk unsur – unsur yang terkait didalamnya ( Gerak, Tema, Busana, Musik iringan serta lainnya.untuk selanjutnya melihat isi yang dikandung, bentuk didefinisikan sebagai bangun gambaran, rupa, atau wujud ( partanto,1994: 70).wujud dimaksudnya  sebagai kenyataan yang Nampak secara konkrit, di depan kita yang dapat dipersepsikan dengan mata dan telinga.Terkait dengan konsep ini, maka tari wisisi merupakan wujud dari ungkapan isi pandangan dan tanggapannya kedalam bentuk fisik, yang dapat ditangkap, dengan indra sebagai sebuah refleksi budaya masyarakat kabupaten puncak.
Sesuai wujud dan maksud yang diungkapkan gerak dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu : Gesture, Gerak Murni, gerak sebagai penguat ekspresi ( Bato signal) dengan gerak berpinda tempat ( Soedarson, 1996:33-34)
Disamping gerak maknawi (gesture) tersebut juga dijumpai gerak – gerak murni, seperti ajunan lengan, dan hentakan kaki yang tidak menunjukan suatu makna tertentu tetapi menunjukan keindahan belakan. Gerak penguat ekspresi (Baton signal) tampak jelas hadir lewat property yang di pergunakan oleh para penari.Tidak kalah menariknya nyayian yang dibawakan para penari menjadi lebih ekspresif ketika kepala, anggota badan, dan hentakan kaki yang bergerak bersama – sama seiring dengan musik irangan denga nyayian tradisional yang ritmis. Aktivitas yang dilakukan para penari tersebut merupakan segugusan gerak yang dilakukan dengan berpinda tempat seiring dengan bunyi alunan musik dengan Lagu. Sajian yang muncul dari berbagai elemen dilakukan dengan penuh kesungguan dan dalam pelaksanaannya saling mendukung sehingga membentuk kehutuhan penyajian dan menyeguhkan keindahan.volume gerak dalam tarian wisisi ini tidak tidak membedakan karakter karena dibawakan secara missal sehingga cukup variatif dari desain gerak yang tergambar secara terpadu mampu memberikan pandangan mata yang indah. Pada akhirnya keindahan yang dibuat dan keindahan alami. Hal ini sesuai dengan pendapat (Djelantik (1999: 87) bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang nyata anatara kenikmatan yang ditimbulkan oleh karya seni dan keindahan alami.
Gerak sebagai media ungkapan seni pertunjukan dalam sebuah  elemen pokok yang  harus ada. Gerak disertai dengan suara atau bunyi – bunyian merupakan cara – cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran manusia. Ungkapan merupakan suatu transformasi dari abstraksi , stilitasi, dan ditorsi gerak dari pengalaman kehidupan yang perna dilewati. Eksperesi dari kehendak atau harapan yang disampaikannya tidak menimpang dari massa pelakunya

4.    Hasil dan pembahasan Tarian Wisisi

4.1 Eksistensi Tari wisisi
Tari wisisi lahir dari inspirasi masyarakat Dani  di Pegunungan papua . Pada awalnya, generasi mudah masyarakat Dani,  mencoba menciptakan tari  wisisi sesuai dengan tuntutan  jaman, bahkan sebagai perlawanan budaya baru yang mencoba merambat masuk di wilayah pegunungan papua seiring dengan banyaknya pemakaran daerah otonom baru, sehinga mengakibatkan terjadi degredasi budaya masyarakat, secara khusus di bidang  seni dan budaya  maka Tari wisisi merupakan awal kebangkitan seni budaya masyarakat  yang mampuh mendobrak berbagai golongan masyarakat  di pedalaman papua, yang dapat merasakan ketertarikan terhadap tari tersebut karena tari ini memiliki tingkat kemudahan  sehinga mudah di peratekkan oleh masyarakat yang dimanati tarian adat tersebut,   dan tari ini juga sebagai sarana pendukung, dalam setiap aktivitas sosial seperti penyembutan Tamu dari luar (Guest Host), pesta adat,  sebagai symbol  kebersamaan dan keharmonisan.  Dan  Tarian wisisi tidak semua orang bisa melakukanya, kecuali hanya orang asli papua bagian pengunungan yang bisa nari tarian tersebut. Lewat tarian ini setiap orang mengekspresikan penampilanya atau gayanya masing-masing dalam ritual masyarakat.Tarian ini sangat baik apabila kita menonton dan melihat langsung secara dekat, paling tidak kita bisa mengerti apa maksud dan tujuannya. Hal ini dilihat dari aspek kebersamaan yang  dibangun dalam membawakan tarian wisisi tersebut.
  Atraksi ini awal dilakukan dalam mengaraf perkebunan, kemudian berkembang sampai saat ini, karena Tarian ini dipandang sangat memenuhi kebutuhan masyarakat, karena Tarian ini merupakan  produk budaya yang mengandung nilai  kebersamaan, dan juga sebagai nilai Hiburan dalam aktivitas sosial. Maka pemerintah daerah terkait, telah mendesain tarian ini untuk kebutuhan  acara penyembutan tamu resmi  yaitu dari tarian missal berubah menjadi tarian yang bersifat kelompok  dengan formasi yang lebih rapi, perubahan ini dilakukan untuk  menghargai salah satu tarian khas daerah pegunungan papua yang diakui keberadaannya kerana dilihat dari aspek seni dan  budaya Tari ini  memiliki banyak unsur  estetika yaitu berbagai pernak – pernik serta pakaian adat yang unik dan ditambah lagi dengan musik tradisional khas, yang mengambarkan ciri khas daerah atau simbol daerah yang hadir dalam tarian ini.

4.2 Perkembangan Tari wisisi
Tari atau kesenian dalam berbagai bentuk diabadikan untuk kepentingan manusia, sehingga manfaatnya dapat di rasakan. Hal itu berarti kesenian berfungsi untuk memenihi kebutuhan seseorang atau masyarakat. Sebab itu keberadaan tari wisisi dalam kehidupan masyarakat  suku  Dani di pegunungan papua yang  berkembang sejak tahun 1997 dimana anak – anak mudah melihat kondisi  adat di beberapa suku  yang ada di pegunungan papua, yang sangat sulit diterima atau menyesuaikan dengan perkembanganm anak mudah masa kini, sehingga muncul ide menciptakan tarian ini sebagai penyehimbang Tarian adat yang ada di  masyarakat. Pada awalnya tarian ini diciptakan untuk sekedar hiburan   oleh anak – anak mudah suku Dani namun sehiringnya waktu, masyarakat lebih tertarik dengan tarian ini, sehinga dijadikan sebagai tarian khas  daerah pegunungan papua. Dan hasil produk budaya, Suku Dani ini  terus berkembang pada beberapa suku yang ada di pegunungan papua. Tari ini selalu dihadirkan pada acara atau ritual adat sebagai sarana pendukung. Dan juga sebagai penunjang  seni budaya masyarakat yang terus berkembang serta masih eksis di hati masrakat pegunungan papua.Hal ini dilihat dari setiap aktivitas sosial misalnya perta adat, acara penyembutan tamu selalui hadirkan tarian ini  karena mereka merasa melalui tarian ini bisa melestarian identitas budaya pegunungan papua yang miliki arti dan makna tersenidiri  , yang mengambarkan“ sebagai symbol kebersamaan dan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat di pegunungan papua.


4.3  Perbendarahaan Gerak Tari wisisi
Pergerakan tari berhubungan dengan erat dengan lingkungannya yaitu tampak jelas dari expresi gerak – gerak yang ditunjukan oleh penari dan dapat membuktikan bahwa lingkungan  nyala dapat memberikan inspirasi sehingga sehingga  Tari ini sanggup menghasilkan tari  yang kaya akan berbedarahaan gerak. Dalam hal ini Tarian wisisi lebih meniru gerak pada gerakan manusia sehari – hari misalnya, menundukan kepala, menunjuk, menoleh, memukul paha, mengeleng kepala, mengidipkan mata , goyang pinggul, saat berjalan, tayungan tangan, kanan, dan kiri, dan lainnya di kreasi secara estetis untuk memperkaya perbendarahaan gerak Tari.Karena tari wisisi memang terinspirasi dari lingkungan sekitar, sehingga gerak – gerak yang di bawakan oleh penari banyak mengandung symbol – symbol yang dikembangkan dengan sedikit sentuan inovasi dari sumber inspirasi. . Hal ini sejajarkan dengan pendapat (Fransiska Boas : Memberikan pandangan bahwa Tari adalah gerak tetapi gerak tidak selalu tari, gerak sehari – hari bisa menjadi tari kalau terjadi suatu transformasi  pada seseorang yang membawa merek keluar dari dunia nyata dan menyamatkan diri mereka pada dunia sensitivitas yang lebih tinggi karena tari adalah simbol kehidupan manusia dan aktivitas kinetik yang ekspresif. Wujud gerak yang dibawakan memang tampak diatur atau di tata namun penataannya tidak melalui tahap – tahap yang diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang ditampilkan lebih menonjol kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas sosial lainnya

4.4  Struktur penyajian Tari wisisi
Tari wisisi disajikan kedalam struktur pertunjukan yang terdiri dari beberapa gaya  yaitu merunduk kepala, menunjuk, menoleh, memukul paha atau dada, mengeleng kepala, mengidipkan mata, goyang pinggul, saat berjalan, tayungan tangan, kanan, dan kiri. Dalam proses penyajian penari pertama tim Pemusik menyayikan iringan lagu dengan musik, kemudian penari membentuk komposisi tari wisisi, setelah membentuk komposisi penari memulai mempertunjukan tarian wisisi sesuai dengan  iring – iringan lagu dengan musik Tradisional yang dimainkannya oleh beberapa pemuda. Wujud gerak yang dibawakan memang tampak diatur atau di tata namun penataannya tidak melalui tahap – tahap yang diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang ditampilkan lebih menonjol kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas sosial lainnya . Dalam proses penyajian Tarian adat ini, elemen  yang hadir seperti penari, Gerak tari, busana, iringan musik dan tempat pentas, diharapkan akan bahas dan dapat memberikan gambaran  lebih konkrit;

4.4.1    Penari Tarian Adat Wisisi
Penari Wisisi ditarikan oleh para pria dan wanita   dewasa, anak – anak yang dibawakan  dalam bentuk secara massal sesuai dengan kebutuhan penyajiannya.  Misalnya dihadirkan pada pada acara penyembutan tamu daerah sebagai simbol “ Selamat Datang”dan juga dalam  pesta adat  . Pada dasarnya  tarian adat ini dibahwakan secara massal  tergantung siapa yang ingin berpartisipasi dan mengekspresikan diri dalam kegiatan ini kecuali acara resmi.      Keseluruan penari masing tiga kelompok besar, terdiri dari tiga pemeranan yaitu Penari, pemusik, penyanyi. Dan proses penyajiannya para pemusik membunyikan musik tradisional atau gitar yang terbuat dari kayu, kemudian melangsungkan dengan  lagu daerah sebagai pengantar tari. Setelah anggota  penari terlihat paling depan seolah- olah sebagai pemandu atau Nahkoda setelah itu anggota penari membentuk stegah lingkaran setelah itu kembali kebelakang penyanyi .

4.4.2    Motif Gerak Tari.
Seperti pada umumnya tarian – tarian yang bercorak kerakyatan, motif gerak Tari  Wisisi relative sederhana sehingga mudah di lakukan, diikuti dan ditirukan oleh semua peserta. Dengan  demikian memiliki semangat komunitas yang kuat serta menuntut kebersamaan dan keharmonisan gerak para pelakunya. Keindahan yang terwujud lewat geraknya dipertunjukan kepada penonton agar ikut mengekspresikan diri mereka dalam kegiatan tarian tersebut  sehingga semua warga dapat menikmatinya sebagai suatu bentuk tontonan yang menyajikan aspek – aspek keindahan atau estetika di dalamnya.
Wujud gerak yang dibawakan memang tampak diatur atau di tata namun penataannya tidak melalui tahap – tahap yang diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang ditampilkan lebih menonjol kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas sosial lainnya

5.      Tata BusanaTari Wisisi
Busana yang dikenakan dalam sebuah tari wisisi masih berpijak pada busana tradisional  yang diberi sedikit sentuan inovasi, sentuhan ini disamping mempunyai maksud, untuk memberikan kekhasan, keluasaan dan kehindahan juga dimaksud simbol – simbol yang dapat memberikan interprestasi tentang tradisi budaya daerah, yang menjadi sumber inspirasi tari dan yang menjadi peran dalam tari Wisi adalah pria dan wanita maka busana yang dikenakan Yaitu:

a)    Busana Pria
Busanan yang dikenakan oleh seorang pria koteka sebagai pakaian adat,  pernak – pernik  dengan sedikit sentuhan inovasi pencipta tari wisisi.
b)   Busana Wanita
Busana wanita busana yang dikenakan oleh seorang penari wanita yaitu cawat dan kalung perhiasan wanita, pernak pernik  dengan sedikit sentuan inovasi pencipta tari.
6.    Tempat pertunjukan Tari
Tarian adat merupakan salah satu hasil produk budaya masyarakat yang dibawakan dalam bentuk massal dan sangat menentu dalam kehidupan masyarakat sehingga dipertunjukan di tanah lapang dan tidak memerlukan panggung khusus kecuali tari dibawakan pada saat penyembutan tamu atau pesta hari – hari besar lainnya dengan formasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
7.     Musik iringan  Tari Wisisi
Musik pengiring tari wisisi adalah seperangkat musik tradisional khas daerah yang terbuat dari kayu khusus yang didesain secara kreaktive  oleh masyarakat, yang memiliki keunikan tersendiri dari alunan nadah yang nyaring dan indah sehingga musik tradisional ini, mampu menjadi sarana pendukung   dalam menghadirkan tarian wisisi. karena musik ini sudah di aku oleh masyarakat di pegunungan pada umumnya. Jenis musik tradisional ini, Nampak menentu atau menyatu masyarakat di desa – desa di pedalaman Pegunungan Papua. Sehingga ketika perangkat musik tradisional ini di temukan dilain  daerah akan terkesan bersifat sementara, tetapi bagi masyarakat Pegunungan papua, musik tradisional ini  tidak hanya digunakan sebagai media hiburan melainkan  sebagai sarana dan pelengkap peristiwa – peristiwa ritual  dalam aktivitas sosial budaya masyarakat pegunungan papua.
Gitar kayu sebagai bagian dari seni musik yang memiliki fungsi sesuai dengan yang disampaikan oleh, A.Lan.P. Merriam; yaitu sebagai ekspresi emosional , kenikmatan estetis, Hiburan, komunikasi, representasi simbolis respon fisik, memperkuat norma – norma sosial sumbangan pada pelesatarian budaya.
Jadi berdasarkan pernyataan tersebut maka musik kayu tradisional ini merupakan salah satu asset kesenian daerah yang kini, mendapat perhatian masyarakat pegunungan papua yang mendukung Tarian ini. Dan musik ini ada beberapa jenis  yaitu:

a.    Jenis ukuran Besar
            eksistensi Tarian wisisi Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik – musik lainnya, yaitu dari senar 20 tali , panjang  3 sampai 4 meter, berfungsi sebagai nadah Bass, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu yang di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya , tampa di dukung dengan musik pendukung lainnya

b.  Jenis ukuran sedang
          Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik – musik lainnya, yaitu memilki senar 9 Tali , panjang  2 sampai 3 meter, berfungsi sebagai nadah tinggi, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu yang di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya , tampa di dukung dengan musik pendukung lainnya

c.   Jenis ukuran kecil
          Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik – musik lainnya, yaitu memilki senar 10 Tali , panjang  1 sampai 2 meter, berfungsi sebagai nadah tinggi, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu yang di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya namun sulit untuk dimainkan dalam tari wisisi , harus didukung dengan musik jenis besar dan sedang jenis musik ini sebagai pendukungnya.

8.    KESIMPULAN
       Dari apa yang diuraikan oleh penulis adalah sebuah produk budaya masayarakat pegunungan yang masih ada di hati masyarakat sebagai asset daerah, yang perluh dikemas dan kembangkan secara berkelanjutan, dengan berbagai cara salah satunya adalah mengekspos  lewat karya – karya tulis, dalam hal ini  penulis melihat bahwa produk budaya masyarakat pegunungan ini memiliki keunikan yang luar biasa namun dengan keterbatasan sumber daya manusia serta kurangnya akses dan ruang yang dimilikinya, sulit untuk diperkenalkan pada wisatawan domestik maupun internasional maka itu dipandang perluh untuk dapat mengkaji dan mendeskripsikan sebuah produk budaya ini kepada kalayak serta dijadikan sebagai  kesinian  khas pegunungan papua.
Tari wisisi  adalah sebuah ungkapan rasa, atau sebuah  ungkapan perasaan kegembiraan masyarakat Suku dani , akhirnya berkembang menjadi sebuah tari wisisi di beberapa suku yang ada di pegunungan papua. Dan Tarian ini memilki berbagai unsur – unsur seni tari  yang mengandung  nilai estetika, yang telah dibahas yaitu musik pengiring, tema, lagu pengiring, pengenaan busana dan cara penyajiannya, yang melambangkan dan mencerminkan  ciri khas daerah pedalaman papua. Tradisi tari oleh masyarakat pedalaman pegunungan papua merupakan suatu hiburan tersendiri .kehadirannya mendapat sambutan yang luar biasa bagi penduduk setempat sehingga tidak seorang pun ada keinginan untuk menganggunya ,
Musik pengiring yang digunakan adalah musik tradisioanal beberapa jenis  yang berukuran besar, sedang, dan kecil sehingga mampu menunjang  tarian dengan sentunkan syair  lagu serta musik yang didendangkan. Sehingga khususnya bagi yang penari dengan penonton yang dipentingkan adalah makna dibalik apa yang terlihat, dan terdengar, apa yang dilakukanlah yang dapat memberikan kepuasan batin .
Musik  tradisional terbuat dari kayu merupakan salah satu asset kesenian daerah yang dapat dilestarikan dan dipertahankan,  terhadap hasil produk budaya masyarakat terbut, dengan berbagai cara salah satunya adalah melakukan pengkajian lebih mendalam lewat karya – karya tulis. Penulis melihat bahwa produk budaya masyarakat  se - pegunungan ini memiliki keunikan yang luar biasa namun dengan keterbatasan sumber daya manusia yang mampu medorong potensi budaya tersebut sehingga musik tradisional yang terbuat dari kayu ini, sulit untuk diperkenalkan  pada wisatawan domestik maupun internasi
  Tarian ini mencerminkan identitas budaya maka perluh dilestariakan dan dipertahankan keberadaannya. Hal ini tentu akan dilaksanakan apabila ada kerja sama yang baik antara semua komponen masyarakat dan pemerintah mendukung  para pecinta budaya yaitu para seniman, akademisi untuk lebih kereaktive dalam menciptakan dan mengkaji  produk budaya yang ada,  sehingga dapat melahirkan karya – karya  seni yang bermutu agar supaya seni budaya mereka tetap dikagumi di hati masyarakat .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar