Tarian Wisisi Sebagai Ungkapan Rasa Masyarakat Pegunungan Papua khususnya di Kabupaten Puncak Ilaga
Penulis:Panus kogoya, SST. Par. M. Si.
- Latar Belakang
Di
berbagai kelompok etnis di indonesi hingga kini masih terdapat pelaksanaan
ritual yang merupakan warisan tradisi budaya dari masa lampau walaupun diantara
mereka sudah memeluk agama, namun penyelengaraan ritual tersebut menunjukan bahwa
pertunjukan seni budaya merupakan sebuah hasil budaya masyarakat yang
mengandung nilai nilai luhur yang terkandung didalamnya, masih memiliki makna
penting bagi kehidupan mereka.
Provinsi
papua merupakan salah satu wiyalah paling timur di Indonesia yang memiliki
sumber daya alam dan budaya yang sangat luar biasa. Namun demikian potensi
terbut tidak dapat disentu dan dikembangkan karena minimnya keterbataan sumber
daya manusia serta ruang dan akses dimilikinya sehingga harapan tersebut sulit
untuk di wujudkan.Demikian pula pegunungan papua, berbagai upacara dikenal dan
dijalani oleh masyarakat karena masayarakat di pegunungan papua ini meliki
kebiasaan, ritual pesta bakarbatu sehingga yang berkaitan dengan seni dan
budaya sebagai salah satu sarana memenihi upacara tersebut.Tarian Wisisi
merupakan sebuah hasil refleksi budaya masyarakat kabupaten
puncak,.Taria merian ini baru di ciptakan yang mengambarkan tradisi budaya
masyarakat, sehingga kini masih tetap hidup, dan sangat berakar di hati
masyarakat di beberapa kabupaten yang ada di pegunungan papua pada
umumnya, Sehingga beberapa ritual aktivitas sosial misalnya pesta
adat, acara hiburan pesta rakyat, mengaraf lahan perkebunan baru.pada
saat tarian ini dihadirkan atau deselenggarakan penduduk desa berbondong datang
menyaksikan walaupun tampa di undang dan bagi mereka penyelenggaraan tarian
wisisi mempunyai arti tersendir karena Wisisi merupakan salah satu tarian
daerah di daerah pedalaman papua. Tarian wisisi tidak semua orang bisa
melakukanya, kecuali hanya orang papua bagian pengunungan yang bisa nari
wisisi. Ini adalah salah satu tarian yang membuat orang semangat dan setiap
orang mengekspresikan penampilanya atau gayanya masing-masing.Tarian ini sangat
baik apabila kita menonton dan melihat langsung secara dekat, paling tidak kita
bisa mengerti apa maksud dan tujuannya. Kehadiran Tarian ini tidak hanya
sebagai sarana atau pelengkap ritual pesta adat tetapi kehadirannya
sebagai suatu kebutuhan masyarakat yang memang harus ada. Keberadaan dan kehadirannya
menarik untuk diketenggahkan dan di bahas dalam tulisan ini.
2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang Tarian Wisisi,kami akan mendeskripsikan beberapa element yang
hadir dalam pembahasan ini, karena tentang kehadirannya juga merupakan
suatu peristiwa yang sangat kompleks.yaitu:
2.1.
Eksistensi Tarian wisisi dalam Kehidupan Masyarakat Pegunungan papua.
2.2.
Elemen – elemen yang menyajikan dalam tarian wisisi
2.3.
Perkembangan Tarian Wisisi dalam Kehidupan Masyarakat pegunungan papua
3.
Analisis Tekstual dan kontekstual
Tari
Wisisi adalah sejenis tari masal yang di bawakan oleh penari pria dan wanita,
baik Tua, Mudah, maupun anak – anak.Tari wisisi berasal dari dalam bahasa”
Dani” sebutan wisisi berarti sebuah ungkapan kebebasan rasa, yang
mengandung nilai estetika yang disebut “ wi’ artinya petunjuk atau
membawa diri, dan “ SI….SI…..artinya mengundang perhatihan penonton yang ikut
menyaksikan jadi pengertian yang lebih luas dimaksud suatu ekspresi seni
ungkapan kebebasan rasa dalam sebuah ritual masyarakat pedalaman papua
yang mengandung nilai dalam kehidupan masyarakat. Panus kogoya. (2013)
Dalam
buku teori fungsional di jelaskan bahwa segala aktivitas
kebudayaan bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri
makhluk manusia, yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya, oleh sebab
itu kesenian sebagai contoh dari salah satu dari unsur kebudayaan karena
mula–mula manusia ingin memuaskan kebutuhan nalurinya akan kehindahan(Malinowski
dalam koentjaraningrat.1989:171)
Menurut
mochtar Lubis, 1992: 52.) dalam bukunya berpendapat bahwa dalam
sebuah seni mengandung unsur – unsur dan nilai yaitu keterharuhan, harmoni,
sensualitas simentri, perpektif , komposisi, struktur, warna, gerak,
kasih dan keindahan, kebenaran, cahaya, daya cipta , integritas, memperlihatkan
bahwa seni telah timbul sebagai sesuatu yang pada permulahannya, dirasakan oleh
manusia di perlukan untuk menunjang kehidupan sendiri. Demikian halnya
dengan Tari wisisi, yang memang berkembang karena masyarakat pendukungnya
merasa masih membutuhkan tradisi dan seni, tersebut dalam menunjang berbagai
kepentingan dalam masyarakat kabupaten puncak . dalam hal ini, nantinya
diharapkan mampu dapat mentrasformasikan instrumennya dan penarinya sehingga
dapat menunjang identitas budaya kabupaten puncak.
Dengan
perkembangan dan kemajuan dunia kepariwisataan pada era globalisasi tentu akan
berdampak pada tari wisisi sebagai produk pariwisata yang menjadi daya tarik
wisata di daerah ini, maka itu program pengembangan dan pelestarian akan sangat
diperlukan, pengembangan dan pelestarian yang dimaksud disini adalah
mempertahankan tari wisisi, dalam arti mengupayakan untuk tetap eksis di hati
masyarakat, agar supaya Tari wisisi sebagai hasil refleksi seni budaya
masyarakat (Suku Dani di kabupaten puncak . salah satu cara yang dilakukan
adalah memberikan apresiasi dan pengayatan lewat pengadaan tulisan dengan
berbagai sudut pandang karena kehadirannya juga merupakan suatu peristiwa yang
sangat kompleks.
Kesenian
merupakan expresi seni karena si pencipta tari dalam memilih elemen –
elemen secara khas dan pemikiran matang serta menyusunnya berdasarkan
pertimbangan yang mendalam disamping juga memperhatikan, kaitannya dengan
motivasi emosional dan intelektual . Hal ini tidak lepas dari pengertian tari
sebagai ekspresi seni, yang menuntut kemampuan lebih dari sekedar merakit dan
menjajarkan serangkaian gerakan menjadi satu ( Margianto, (1993:43)
Sebaliknya
untuk melihat apa yang direfleksikan oleh sebuah tari maka factor yang
diperlukan atau diperhatikan adalah bentuk tari tersebut termasuk unsur – unsur
yang terkait didalamnya ( Gerak, Tema, Busana, Musik iringan serta
lainnya.untuk selanjutnya melihat isi yang dikandung, bentuk didefinisikan
sebagai bangun gambaran, rupa, atau wujud ( partanto,1994: 70).wujud
dimaksudnya sebagai kenyataan yang Nampak secara konkrit, di depan kita
yang dapat dipersepsikan dengan mata dan telinga.Terkait dengan konsep ini,
maka tari wisisi merupakan wujud dari ungkapan isi pandangan dan tanggapannya
kedalam bentuk fisik, yang dapat ditangkap, dengan indra sebagai sebuah
refleksi budaya masyarakat kabupaten puncak.
Sesuai wujud dan
maksud yang diungkapkan gerak dapat dibedakan menjadi empat kategori yaitu :
Gesture, Gerak Murni, gerak sebagai penguat ekspresi ( Bato signal) dengan
gerak berpinda tempat ( Soedarson, 1996:33-34)
Disamping
gerak maknawi (gesture) tersebut juga dijumpai gerak – gerak murni, seperti
ajunan lengan, dan hentakan kaki yang tidak menunjukan suatu makna tertentu
tetapi menunjukan keindahan belakan. Gerak penguat ekspresi (Baton signal)
tampak jelas hadir lewat property yang di pergunakan oleh para penari.Tidak
kalah menariknya nyayian yang dibawakan para penari menjadi lebih ekspresif
ketika kepala, anggota badan, dan hentakan kaki yang bergerak bersama – sama
seiring dengan musik irangan denga nyayian tradisional yang ritmis. Aktivitas
yang dilakukan para penari tersebut merupakan segugusan gerak yang dilakukan
dengan berpinda tempat seiring dengan bunyi alunan musik dengan Lagu. Sajian
yang muncul dari berbagai elemen dilakukan dengan penuh kesungguan dan dalam
pelaksanaannya saling mendukung sehingga membentuk kehutuhan penyajian dan
menyeguhkan keindahan.volume gerak dalam tarian wisisi ini tidak tidak membedakan
karakter karena dibawakan secara missal sehingga cukup variatif dari desain
gerak yang tergambar secara terpadu mampu memberikan pandangan mata yang indah.
Pada akhirnya keindahan yang dibuat dan keindahan alami. Hal ini sesuai dengan
pendapat (Djelantik (1999: 87) bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan yang
nyata anatara kenikmatan yang ditimbulkan oleh karya seni dan keindahan alami.
Gerak
sebagai media ungkapan seni pertunjukan dalam sebuah elemen pokok
yang harus ada. Gerak disertai dengan suara atau bunyi – bunyian
merupakan cara – cara yang dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan
dan pikiran manusia. Ungkapan merupakan suatu transformasi dari abstraksi ,
stilitasi, dan ditorsi gerak dari pengalaman kehidupan yang perna dilewati.
Eksperesi dari kehendak atau harapan yang disampaikannya tidak menimpang dari
massa pelakunya
4.
Hasil dan pembahasan Tarian Wisisi
4.1
Eksistensi Tari wisisi
Tari
wisisi lahir dari inspirasi masyarakat Dani di Pegunungan papua . Pada
awalnya, generasi mudah masyarakat Dani, mencoba menciptakan tari
wisisi sesuai dengan tuntutan jaman, bahkan sebagai perlawanan budaya
baru yang mencoba merambat masuk di wilayah pegunungan papua seiring dengan
banyaknya pemakaran daerah otonom baru, sehinga mengakibatkan terjadi degredasi
budaya masyarakat, secara khusus di bidang seni dan budaya maka
Tari wisisi merupakan awal kebangkitan seni budaya masyarakat yang mampuh
mendobrak berbagai golongan masyarakat di pedalaman papua, yang dapat
merasakan ketertarikan terhadap tari tersebut karena tari ini memiliki tingkat
kemudahan sehinga mudah di peratekkan oleh masyarakat yang dimanati
tarian adat tersebut, dan tari ini juga sebagai sarana pendukung,
dalam setiap aktivitas sosial seperti penyembutan Tamu dari luar (Guest Host),
pesta adat, sebagai symbol kebersamaan dan keharmonisan. Dan
Tarian wisisi tidak semua orang bisa melakukanya, kecuali hanya orang
asli papua bagian pengunungan yang bisa nari tarian tersebut. Lewat tarian ini
setiap orang mengekspresikan penampilanya atau gayanya masing-masing dalam
ritual masyarakat.Tarian ini sangat baik apabila kita menonton dan melihat
langsung secara dekat, paling tidak kita bisa mengerti apa maksud dan
tujuannya. Hal ini dilihat dari aspek kebersamaan yang dibangun dalam
membawakan tarian wisisi tersebut.
Atraksi ini awal dilakukan dalam mengaraf perkebunan, kemudian berkembang
sampai saat ini, karena Tarian ini dipandang sangat memenuhi kebutuhan
masyarakat, karena Tarian ini merupakan produk budaya yang mengandung
nilai kebersamaan, dan juga sebagai nilai Hiburan dalam aktivitas sosial.
Maka pemerintah daerah terkait, telah mendesain tarian ini untuk kebutuhan
acara penyembutan tamu resmi yaitu dari tarian missal berubah
menjadi tarian yang bersifat kelompok dengan formasi yang lebih rapi,
perubahan ini dilakukan untuk menghargai salah satu tarian khas daerah
pegunungan papua yang diakui keberadaannya kerana dilihat dari aspek seni dan
budaya Tari ini memiliki banyak unsur estetika yaitu berbagai
pernak – pernik serta pakaian adat yang unik dan ditambah lagi dengan musik
tradisional khas, yang mengambarkan ciri khas daerah atau simbol daerah yang
hadir dalam tarian ini.
4.2 Perkembangan Tari wisisi
Tari
atau kesenian dalam berbagai bentuk diabadikan untuk kepentingan manusia,
sehingga manfaatnya dapat di rasakan. Hal itu berarti kesenian berfungsi untuk
memenihi kebutuhan seseorang atau masyarakat. Sebab itu keberadaan tari wisisi
dalam kehidupan masyarakat suku Dani di pegunungan papua yang
berkembang sejak tahun 1997 dimana anak – anak mudah melihat kondisi adat
di beberapa suku yang ada di pegunungan papua, yang sangat sulit diterima
atau menyesuaikan dengan perkembanganm anak mudah masa kini, sehingga muncul
ide menciptakan tarian ini sebagai penyehimbang Tarian adat yang ada di
masyarakat. Pada awalnya tarian ini diciptakan untuk sekedar
hiburan oleh anak – anak mudah suku Dani namun sehiringnya waktu,
masyarakat lebih tertarik dengan tarian ini, sehinga dijadikan sebagai tarian
khas daerah pegunungan papua. Dan hasil produk budaya, Suku Dani ini
terus berkembang pada beberapa suku yang ada di pegunungan papua. Tari
ini selalu dihadirkan pada acara atau ritual adat sebagai sarana pendukung. Dan
juga sebagai penunjang seni budaya masyarakat yang terus berkembang serta
masih eksis di hati masrakat pegunungan papua.Hal ini dilihat dari setiap
aktivitas sosial misalnya perta adat, acara penyembutan tamu selalui hadirkan
tarian ini karena mereka merasa melalui tarian ini bisa melestarian
identitas budaya pegunungan papua yang miliki arti dan makna tersenidiri
, yang mengambarkan“ sebagai symbol kebersamaan dan keharmonisan dalam
kehidupan masyarakat di pegunungan papua.
4.3
Perbendarahaan Gerak Tari wisisi
Pergerakan
tari berhubungan dengan erat dengan lingkungannya yaitu tampak jelas dari
expresi gerak – gerak yang ditunjukan oleh penari dan dapat membuktikan bahwa
lingkungan nyala dapat memberikan inspirasi sehingga sehingga Tari
ini sanggup menghasilkan tari yang kaya akan berbedarahaan gerak. Dalam
hal ini Tarian wisisi lebih meniru gerak pada gerakan manusia sehari – hari
misalnya, menundukan kepala, menunjuk, menoleh, memukul paha, mengeleng kepala,
mengidipkan mata , goyang pinggul, saat berjalan, tayungan tangan, kanan, dan
kiri, dan lainnya di kreasi secara estetis untuk memperkaya perbendarahaan
gerak Tari.Karena tari wisisi memang terinspirasi dari lingkungan sekitar,
sehingga gerak – gerak yang di bawakan oleh penari banyak mengandung symbol –
symbol yang dikembangkan dengan sedikit sentuan inovasi dari sumber inspirasi.
. Hal ini sejajarkan dengan pendapat (Fransiska Boas : Memberikan
pandangan bahwa Tari adalah gerak tetapi gerak tidak selalu tari, gerak sehari
– hari bisa menjadi tari kalau terjadi suatu transformasi pada seseorang
yang membawa merek keluar dari dunia nyata dan menyamatkan diri mereka pada
dunia sensitivitas yang lebih tinggi karena tari adalah simbol kehidupan
manusia dan aktivitas kinetik yang ekspresif. Wujud gerak yang dibawakan memang
tampak diatur atau di tata namun penataannya tidak melalui tahap – tahap yang
diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang ditampilkan lebih menonjol
kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas sosial lainnya
4.4
Struktur penyajian Tari wisisi
Tari
wisisi disajikan kedalam struktur pertunjukan yang terdiri dari beberapa
gaya yaitu merunduk kepala, menunjuk, menoleh, memukul paha atau dada,
mengeleng kepala, mengidipkan mata, goyang pinggul, saat berjalan, tayungan
tangan, kanan, dan kiri. Dalam proses penyajian penari pertama tim Pemusik
menyayikan iringan lagu dengan musik, kemudian penari membentuk komposisi tari
wisisi, setelah membentuk komposisi penari memulai mempertunjukan tarian wisisi
sesuai dengan iring – iringan lagu dengan musik Tradisional yang
dimainkannya oleh beberapa pemuda. Wujud gerak yang dibawakan memang tampak
diatur atau di tata namun penataannya tidak melalui tahap – tahap yang
diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang ditampilkan lebih menonjol
kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas sosial lainnya . Dalam proses
penyajian Tarian adat ini, elemen yang hadir seperti penari, Gerak tari,
busana, iringan musik dan tempat pentas, diharapkan akan bahas dan dapat
memberikan gambaran lebih konkrit;
4.4.1
Penari Tarian Adat Wisisi
Penari
Wisisi ditarikan oleh para pria dan wanita dewasa, anak – anak yang
dibawakan dalam bentuk secara massal sesuai dengan kebutuhan
penyajiannya. Misalnya dihadirkan pada pada acara penyembutan tamu daerah
sebagai simbol “ Selamat Datang”dan juga dalam pesta adat .
Pada dasarnya tarian adat ini dibahwakan secara massal tergantung
siapa yang ingin berpartisipasi dan mengekspresikan diri dalam kegiatan ini
kecuali acara resmi. Keseluruan penari masing
tiga kelompok besar, terdiri dari tiga pemeranan yaitu Penari, pemusik,
penyanyi. Dan proses penyajiannya para pemusik membunyikan musik tradisional
atau gitar yang terbuat dari kayu, kemudian melangsungkan dengan lagu
daerah sebagai pengantar tari. Setelah anggota penari terlihat paling
depan seolah- olah sebagai pemandu atau Nahkoda setelah itu anggota penari
membentuk stegah lingkaran setelah itu kembali kebelakang penyanyi .
4.4.2
Motif Gerak Tari.
Seperti
pada umumnya tarian – tarian yang bercorak kerakyatan, motif gerak Tari
Wisisi relative sederhana sehingga mudah di lakukan, diikuti dan ditirukan oleh
semua peserta. Dengan demikian memiliki semangat komunitas yang kuat
serta menuntut kebersamaan dan keharmonisan gerak para pelakunya. Keindahan
yang terwujud lewat geraknya dipertunjukan kepada penonton agar ikut
mengekspresikan diri mereka dalam kegiatan tarian tersebut sehingga semua
warga dapat menikmatinya sebagai suatu bentuk tontonan yang menyajikan aspek –
aspek keindahan atau estetika di dalamnya.
Wujud
gerak yang dibawakan memang tampak diatur atau di tata namun penataannya tidak
melalui tahap – tahap yang diperlukan dalam sebuah koreografi .Keindahan yang
ditampilkan lebih menonjol kebutuhan untuk menunjang kepentingan aktiviatas
sosial lainnya
5.
Tata BusanaTari Wisisi
Busana
yang dikenakan dalam sebuah tari wisisi masih berpijak pada busana
tradisional yang diberi sedikit sentuan inovasi, sentuhan ini disamping
mempunyai maksud, untuk memberikan kekhasan, keluasaan dan kehindahan juga
dimaksud simbol – simbol yang dapat memberikan interprestasi tentang tradisi
budaya daerah, yang menjadi sumber inspirasi tari dan yang menjadi peran dalam
tari Wisi adalah pria dan wanita maka busana yang dikenakan Yaitu:
a)
Busana Pria
Busanan
yang dikenakan oleh seorang pria koteka sebagai pakaian adat, pernak –
pernik dengan sedikit sentuhan inovasi pencipta tari wisisi.
b)
Busana Wanita
Busana
wanita busana yang dikenakan oleh seorang penari wanita yaitu cawat dan kalung
perhiasan wanita, pernak pernik dengan sedikit sentuan inovasi pencipta
tari.
6.
Tempat pertunjukan Tari
Tarian
adat merupakan salah satu hasil produk budaya masyarakat yang dibawakan dalam
bentuk massal dan sangat menentu dalam kehidupan masyarakat sehingga dipertunjukan
di tanah lapang dan tidak memerlukan panggung khusus kecuali tari dibawakan
pada saat penyembutan tamu atau pesta hari – hari besar lainnya dengan formasi
yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
7.
Musik iringan Tari
Wisisi
Musik
pengiring tari wisisi adalah seperangkat musik tradisional khas daerah yang
terbuat dari kayu khusus yang didesain secara kreaktive oleh masyarakat,
yang memiliki keunikan tersendiri dari alunan nadah yang nyaring dan indah
sehingga musik tradisional ini, mampu menjadi sarana pendukung
dalam menghadirkan tarian wisisi. karena musik ini sudah di aku
oleh masyarakat di pegunungan pada umumnya. Jenis musik tradisional ini, Nampak
menentu atau menyatu masyarakat di desa – desa di pedalaman Pegunungan Papua. Sehingga
ketika perangkat musik tradisional ini di temukan dilain daerah akan
terkesan bersifat sementara, tetapi bagi masyarakat Pegunungan papua, musik
tradisional ini tidak hanya digunakan sebagai media hiburan melainkan
sebagai sarana dan pelengkap peristiwa – peristiwa ritual dalam
aktivitas sosial budaya masyarakat pegunungan papua.
Gitar
kayu sebagai bagian dari seni musik yang memiliki fungsi sesuai dengan yang
disampaikan oleh, A.Lan.P. Merriam; yaitu sebagai ekspresi emosional ,
kenikmatan estetis, Hiburan, komunikasi, representasi simbolis respon fisik,
memperkuat norma – norma sosial sumbangan pada pelesatarian budaya.
Jadi
berdasarkan pernyataan tersebut maka musik kayu tradisional ini merupakan salah
satu asset kesenian daerah yang kini, mendapat perhatian masyarakat pegunungan
papua yang mendukung Tarian ini. Dan musik ini ada beberapa jenis yaitu:
a.
Jenis ukuran Besar
eksistensi Tarian wisisi
Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik –
musik lainnya, yaitu dari senar 20 tali , panjang 3 sampai 4 meter,
berfungsi sebagai nadah Bass, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu yang
di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya , tampa di
dukung dengan musik pendukung lainnya
b.
Jenis ukuran sedang
Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik –
musik lainnya, yaitu memilki senar 9 Tali , panjang 2 sampai 3 meter,
berfungsi sebagai nadah tinggi, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu
yang di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya , tampa di
dukung dengan musik pendukung lainnya
c.
Jenis ukuran kecil
Musik Tradisional yang terbuat dari kayu ini memiliki keunikan dari musik –
musik lainnya, yaitu memilki senar 10 Tali , panjang 1 sampai 2 meter,
berfungsi sebagai nadah tinggi, dan mampu menyesuaikan dengan intonasi lagu
yang di nyayikannya , jenis ukuran ini mampu mainkan irama musiknya namun sulit
untuk dimainkan dalam tari wisisi , harus didukung dengan musik jenis besar dan
sedang jenis musik ini sebagai pendukungnya.
8.
KESIMPULAN
Dari apa yang diuraikan oleh penulis adalah sebuah produk budaya masayarakat
pegunungan yang masih ada di hati masyarakat sebagai asset daerah, yang perluh
dikemas dan kembangkan secara berkelanjutan, dengan berbagai cara salah satunya
adalah mengekspos lewat karya – karya tulis, dalam hal ini penulis
melihat bahwa produk budaya masyarakat pegunungan ini memiliki keunikan yang
luar biasa namun dengan keterbatasan sumber daya manusia serta kurangnya akses
dan ruang yang dimilikinya, sulit untuk diperkenalkan pada wisatawan domestik
maupun internasional maka itu dipandang perluh untuk dapat mengkaji dan
mendeskripsikan sebuah produk budaya ini kepada kalayak serta dijadikan sebagai
kesinian khas pegunungan papua.
Tari
wisisi adalah sebuah ungkapan rasa, atau sebuah ungkapan perasaan
kegembiraan masyarakat Suku dani , akhirnya berkembang menjadi sebuah tari
wisisi di beberapa suku yang ada di pegunungan papua. Dan Tarian ini memilki
berbagai unsur – unsur seni tari yang mengandung nilai estetika,
yang telah dibahas yaitu musik pengiring, tema, lagu pengiring, pengenaan
busana dan cara penyajiannya, yang melambangkan dan mencerminkan ciri
khas daerah pedalaman papua. Tradisi tari oleh masyarakat pedalaman pegunungan
papua merupakan suatu hiburan tersendiri .kehadirannya mendapat sambutan yang
luar biasa bagi penduduk setempat sehingga tidak seorang pun ada keinginan
untuk menganggunya ,
Musik
pengiring yang digunakan adalah musik tradisioanal beberapa jenis yang
berukuran besar, sedang, dan kecil sehingga mampu menunjang tarian dengan
sentunkan syair lagu serta musik yang didendangkan. Sehingga khususnya
bagi yang penari dengan penonton yang dipentingkan adalah makna dibalik apa
yang terlihat, dan terdengar, apa yang dilakukanlah yang dapat memberikan
kepuasan batin .
Musik
tradisional terbuat dari kayu merupakan salah satu asset kesenian daerah yang
dapat dilestarikan dan dipertahankan, terhadap hasil produk budaya
masyarakat terbut, dengan berbagai cara salah satunya adalah melakukan
pengkajian lebih mendalam lewat karya – karya tulis. Penulis melihat bahwa
produk budaya masyarakat se - pegunungan ini memiliki keunikan yang luar
biasa namun dengan keterbatasan sumber daya manusia yang mampu medorong potensi
budaya tersebut sehingga musik tradisional yang terbuat dari kayu ini, sulit
untuk diperkenalkan pada wisatawan domestik maupun internasi
Tarian ini mencerminkan identitas budaya maka perluh dilestariakan dan
dipertahankan keberadaannya. Hal ini tentu akan dilaksanakan apabila ada kerja
sama yang baik antara semua komponen masyarakat dan pemerintah mendukung
para pecinta budaya yaitu para seniman, akademisi untuk lebih kereaktive dalam
menciptakan dan mengkaji produk budaya yang ada, sehingga dapat
melahirkan karya – karya seni yang bermutu agar supaya seni budaya mereka
tetap dikagumi di hati masyarakat .

Tidak ada komentar:
Posting Komentar